Senin, 01 September 2008

aku menangis untuk adik

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil.Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit.
Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku.
Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara.
Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten.
Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…”
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya.”Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang.
Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering.
Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir.
Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya.”Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan menjadi buah bibir orang?”
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
"Mengapa membicarakan masa lalu?”Adikku menggenggam tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?”
Tanpa berpikir bahkan ia menjawab, “Kakakku.” Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.”Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya adalah adikku.”
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Diterjemahkan dari : “I cried for my brother six times”oleh: DHB Wicakson

Sabtu, 09 Agustus 2008

lah

emang pelampiasan harus makan bubur ayam apa..., sebenernya g juga cuma gara - gara pas kesel pas laper juga. Rasional khan ??

lagi sibuk

wah bulan ini lagi traffic banget jadwalnya, kuliah, organisasi yang diikutin dengan 4 acara yang hampir bareng dan berurutan, ditambah maen ma temen, temen yang gedek, yang g jujur, yang nikam dari belakang........>>>>>>>>all of this make me crazy, i want to scream...arrghhh, dan makan bubur ayam

Rabu, 02 Juli 2008

Siang HAri YAng Panas Ngampus Sama orang Gila Disamping Saya

Pagi - Pagi Bangun Sholat subuh diusahakan tepat waktu , gak kayak kemarin yang sholat subuhnya membohongi diri bayangin aja
udah jam 6 korden ditutup lampu dimatiin anggap aja masih subuh, hehehe....
Gw sambut pagi ini dengan segelas capucino yang airnya g panas, uuugh g enak coy, tapi tetep gw paksain, abis itu baca buku(gile kayak orang penting g sih gw)Abis itu tidur lagi bangun jam 7. 30 baca buku lagi(rajin kali yee)abis itu udah mandi bersih bersih melakukan sediki (ritual)terus sms temen suruh jemput abis itu makan kambiang deh sampe siang g da kerjaan terus kekampus ama kambing gila, eh salah ding sapi glonggongan, sampe kampus dah panas banget, langsung aja gw masuk perpus udah deh zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz........................

Senin, 23 Juni 2008

Salam dalam kehidupan Muslim

Kata salam dalam Bahasa Arab mempunyai arti keselamatan, kesejahteraan atau kedamaian. Beberapa hal yang berkenaan dengan salam adalah:

Dalil
1. Al Qur’an
Allah SWT berfirman:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat” (An Nuur [24]: 27).
Allah SWT berfirman:”… Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada dirimu sendiri. Salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya” (An Nuur [24]: 61).
2. Hadits
Rasulullah Saw bersabda:”Demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW bersabda:”Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia lain tengah tertidur; niscaya kamu akan masuk surga dengan selamat sejahtera” (At Tirmidzi).
3. Sunnah Para Nabi dan Rasul
Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Ketika Allah telah menjadikan Adam, maka Allah memerintahkan:”Pergilah kepada para Malaikat dan ucapkan salam kepada mereka yang tengah duduk. Dengarkanlah jawaban salam mereka, karena itu akan menjadi ucapan salam bagi kamu dan anak cucumu kelak!” Maka pergilah Nabi Adam dan mengucapkan:”Asalaamu ‘alaikum!” Para Malaikat menjawab:”Assalaamu ‘alaika warahmatullaah!” Mereka menambah warahmatullaah” (HR. Bukhary dan Muslim).
Al Qur’an menceritakan kisah Ibrahim AS:”(Ingatlah) ketika mereka msuk ke tempatnya lalu mengucapkan:”Salaaman”, Ibrahim menjawab:”Salaamun” …” (Adz Dzaariyaat [51]: 25).
4. Perilaku Para Shahabat
Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab pernah datang ke rumah Abdullah Bin Umar; lalu keduanya pergi ke pasar. Ketika keduanya sampai di pasar, tidaklah Abdullah Bin Umar menemui tukang rombeng, penjual toko, orang miskin dan siapa saja melainkan mesti memberi salam kepada mereka.
Suatu hari, Thufail Bin Ubay Bin Ka’ab datang lagi ke rumah Abdullah Bin Umar, dan diajak lagi ke pasar. Maka Thufail bertanya:”Perlu apa kita ke pasar? Kamu sendiri bukanlah seorang pedagang dan tidak ada kepentingan menanyakan harga barang atau menawar barang. Lebih baik bila kita duduk bercengkerama di sini”. Abdullah Bin Umar menjawab:”Hai Abu Bathn! Sebenarnya kita pergi ke pasar hanya untuk memasyarakatkan salam. Kita beri salam kepada siapa saja yang kita temui di sana!” (Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’ dengan sanad shahih).

Hukum
1. Mengucapkan Salam
Hukum mengucapkan salam adalah sunnah yang dikuatkan (sunnah mu’akadah). Rasulullah SAW bersabda:”Jika seseorang di antara kalian berjumpa dengan saudaranya, maka hendaklah memberi salam kepadanya. Jika antara dia dan saudaranya terhalang pepohonan, dinding atau bebatuan; kemudian mereka berjumpa kembali, maka ucapkan salam kepadanya” (HR. Abu Daud).
2. Menjawab Salam
Sedangkan hukum menjawab salam adalah wajib. Sebagaimana firman Allah SWT:”Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (An Nisaa’ [4]: 86).
3. Ucapan Salam
Ucapan salam yang lengkap adalah “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” yang artinya “semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah Allah dilimpahkan kepada kalian”. Ucapan salam ini sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW ketika beliau tengah bersama isterinya, ‘Aisyah RA, beliau bersabda:”Ini Jibril mengucapkan salam kepada kamu”. Maka ‘Aisyah RA menjawab:”Wa ‘alaihissalaam warahmatullaahi wabarakaatuh” (HR. Bukhary dan Muslim).
Idealnya seorang Muslim mengucapkan salam dengan lengkap, tetapi tetap diperkenankan seseorang untuk mengucapkan salam:
a. Assalaamu ‘alaikum
b. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah, atau
c. Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh (lengkap)
Semakin lengkap ucapan salam seorang, maka semakin banyak pula keutamaan yang diraihnya. Imran Bin Hushain RA menceritakan tentang seseorang yang mendatangi Rasulullah SAW dan mengucapkan salam:”Assalaamu ‘alaikum!” Rasulullah SAW menjawab salam tersebut, dan kemudian memberikan komentar:”Sepuluh!” Kemudian datang orang lain yang mengucapkan salam:”Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah!” Rasulullah SAW menjawab dan kemudian memberikan komentar:”Duapuluh!” Dan datanglah orang ketiga dan mengucapkan salam:”Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh!” Maka Rasulullah SAW menjawab:”Tigapuluh!” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Demikianlah, semakin lengkap ucapan salam seseorang, akan semakin banyak pula keutamaan yang dia peroleh.
4. Ucapan Balasan Salam
Sedangkan jawaban salam, minimal setara dengan ucapan salam; dan kalau bisa, malah dilebihkan. Allah Ta’ala berfirman:” Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (An Nisaa’ [4]: 86).
Sehingga jawaban salam yang disyari’atkan adalah:
a. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam”, jawaban lebih adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.
b. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaah” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaah”, dan jawaban lengkapnya adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”.
c. Bila ucapan salam “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” maka jawaban minimal adalah “Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”

Adab
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam menyebarkan salam, yaitu:
1. Urutan Salam
Sabda Rasulullah SAW:
a. Orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan
b. Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk
c. Rombongan yang sedikit memberi salam kepada rombongan yang lebih banyak
d. Yang kecil (muda) memberi salam kepada yang besar (tua)
(HR. Bukhary).
Itulah urutan salam yang menjadi adab bagi seorang Muslim untuk menyebarkan salam. Sikap dasar seorang Muslim adalah mencoba memaklumi orang lain dan tidak meminta untuk dimaklumi. Urutan salam inipun tidak harus menjadikan kita minta untuk dimaklumi. Misal orang tua sama sekali tidak mau memberi salam kepada yang lebih muda, dan menuntut supaya anak-anak muda itu yang harus terlebih dahulu mengucapkan salam kepadanya. Sikap tuntutan seperti ini tentu saja berlebih-lebihan. Mestinya seorang Muslim tidak terjebak dengan sikap kekanak-kanakan seperti ini.
2. Mendahului Salam
Terlepas dari urutan dalam memberi salam, Rasulullah SAW mengajarkan untuk mendahului dalam memberi salam. Diharapkan kita tidak pasif dalam mengucapkan salam, yaitu sekedar menanti datangnya ucapan salam dari orang lain. Diharapkan pula kita tidak menjadi orang yang suka menuntut orang lain untuk mengucapkan salam duluan. Rasulullah SAW mengajarkan, justru yang memulai salam itulah orang yang lebih mulia.
Sabdanya:”Seutama-utama manusia bagi Allah adalah yang mendahului salam (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:”Ya Rasulullah, jika dua orang bertemu muka, manakah di antara keduanya yang harus terlebih dahulu memberi salam?” Rasulullah SAW menjawab:”Yang lebih dekat kepada Allah (yang berhak terlebih dahulu memberi salam)” (HR. tirmidzi).
3. Menjawab Setara atau Lebih
Apabila ada seseorang yang memberi salam kepada kita, maka idealnya kita memberikan jawaban yang sama (setara). Misalkan seseorang mengucapkan salam kepada kita:”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Minimal kita harus menjawab:”Wa’alaikumussalaam warahmatullaah!”
Lebih utama lagi, apabila kita memberikan jawaban yang lebih daripada ucapan salam tersebut. Misalkan seseorang mengucapkan salam kepada kita:”Assalaamu ‘alaikum warahmatuulaah!” Maka akan lebih baik apabila kita menjawab:”Wa’alaikumussalaam warahmatullaahi wabaraakatuh!”
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:”Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (An Nisaa’ [4]: 86).
Jawaban salam masih kurang setara apabila kita memberi jawaban:”Wa’alaikum salaam …!” Harusnya, jawaban itu adalah:”Wa ‘alaikumus salaam …!” Perbedaan antara keduanya adalah: salaam dan as salaam. Kata salaam berarti keselamatan, sedangkan kata as salaam memiliki makna seluruh keselamatan. Tentu saja tidak setara antara keselamatan dan seluruh keselamatan. Jawaban ”Wa’alaikum salaam …” mempunyai makna keselamatan atas kalian; sedangkan jawaban “wa ‘alaikumus salaam …” mempunyai makna seluruh keselamatan atas kalian. Tentu saja jawaban ”Wa’alaikum salaam (keselamatan atas kalian)…” tidak setara apabila pemberi salam megucapkan:”Assalaamu ‘alaikum (Seluruh keselamatan atas kalian) …!”
4. Menjabat Tangan
Selain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat. Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW:”Ya Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah SAW:”Tidak!” Tanyanya:”Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?” Jawab Rasulullah SAW:”Tidak!” Tanyanya sekali lagi:”Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab Rasulullah SAW:”Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua Muslim yang melakukannya. Rasulullah SAW bersabda:”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan tangannya” (HR. Abu Daud).
Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak berjabat-tangan dengan wanita yang bukan muhrimnya; demikian pula sebaliknya. Meskipun dalam masalah ini, DR. Yusuf Al Qardhawi tidak mengharamkannya secara mutlaq.
5. Berwajah Manis
Yang dimaksud berwajah manis adalah penampilan yang menyenangkan serta senyum yang mengembang. Gaya seperti inilah yang diinginkan Rasulullah SAW ketika seorang Muslim bertemu dengan saudaranya. Sabda Rasulullah SAW:”Jangan kalian meremehkan sedikitpun tentang kebaikan, meskipun hanya wajah yang manis saat bertemu dengan saudaramu” (Al Bukhary).
6. Tidak Memalingkan Wajah
Memalingkan wajah, apapun alasannya, sulit untuk ditafsirkan lain kecuali sikap meremehkan atau memusuhi. Apabila seorang Muslim berjumpa dengan saudaranya, selain salam dan jabat tangan. hendaklah ditambah dengan menatap wajah saudaranya; tidak malah memalingkan wajah. Nilai ucapan salam dan jabatan tangan menjadi hampa dan hilang ketika seseorang melakukannya sambil memalingkan wajah.
Allah SWT telah mengingatkan masalah ini dengan firman-Nya:”Dan janganlah kamu memalingkan muka kamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Luqman [31]: 18).
7. Tidak Membikin Gaduh
Setiap pembicaraan yang kita lakukan hendaklah secukupnya saja. Maksudnya, tidak dengan suara yang berlebihan, tetapi juga tidak terlalu lemah. Minimal orang yang kita ajak berbicara mampu menangkap suara kita, itu sudah cukup. Demikian pula dalam mengucapkan salam; secukupnya saja.
Al Miqdad RA biasa menyediakan susu bagian Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW datang pada waktu malam, lalu beliau memberi salam dengan perlahan sehingga tidak membangunkan orang yang tidur, dan cukup didengar oleh mereka yang terjaga. Dan beliau mengucapkan salam sebagaimana biasa beliau mengucapkan salam (HR. Muslim).
8. Tidak mengucapkan ‘Alaikassalaam
Ucapan salam yang dilarang oleh Rasulullah SAW adalah ‘alaikassalaam, karena kata ‘alaikassalaam adalah salam untuk orang yang telah meninggal. Abu Juray al Hujaimi datang kepada Rasulullah SAW sambil mengucapkan:”’Alaikassalaam, ya Rasulullah!” Maka Rasulullah SAW berkata:”Jangan berkata ’alaikassalaam karena ‘alaikassalaam itu merupakan salam bagi orang mati” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi).
9. Salam kepada Lain Jenis
Laki-laki diperkenankan memberi salam kepada wanita; dan sebaliknya wanita juga diperbolehkan mengucapkan salam kepada laki-laki. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika berjalan melalui sekumpulan wanita. Beliau memberi salam kepada mereka (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Asma’ Binti Jazid menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW berjalan di masjid mendadak melihat rombongan wanita tengah duduk, maka beliau melambaikan tangan dengan mengucapkan salam” (HR. At Tirmidzi).
Sedangkan salam wanita kepada laki-laki digambarkan oleh Ummu Hani’ Binti Abu Thalib RA ketika datang kepada Rasulullah SAW saat Fat-hu Makkah (penaklukan kota Makkah). Saat itu, Rasulullah SAW tengah mandi dan di depan ada Fathimah. Maka Ummu Hani’ memberikan salam kepada Rasulullah SAW (HR. Muslim).
Tentu saja, memberikan salam kepada lawan jenis yang bukan muhrim dilakukan dengan tetap memperhatikan adab-adab pergaulan lawan jenis. Jangan sampai salam dengan lawan jenis justru dijadikan sebagai pengantar mendekati perbuatan zina. Misalkan salam anak-anak muda kepada lawan jenis dengan ragam salam yang tidak tepat. Ada salam sayang, salam mesra, salam rindu dan mungkin ada salam-salam lain yang lebih berbahaya. Padahal salam seperti itu ditujukan kepada lawan jenis yang bukan muhrim bukan pula isteri/suaminya. Salam seperti inilah yang tidak lagi bernilai syar’i.
10. Salam kepada Orang Non Muslim
Diharamkan seorang Muslim mendahului mengucapkan salam kepada orang Non Muslim. Rasulullah SAW bersabda:”Jangan kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang Yahudi atau Nashrani” (HR. Muslim).
Tetapi apabila forumnya telah berbaur antara orang Muslim dengan Non Muslim, maka diperkenankan kita untuk memulai mengucapkan salam. Demikianlah yang dilakukan Rasulullah SAW ketika melewati suatu majelis yang berbaur antara orang Muslim, musrikin penyembah berhala dan Yahudi. Beliau mengucapkan salam kepada mereka” (HR. Bukhary dan Muslim).
Apabila orang Non Muslim memulai mengucapkan salam, maka jawaban yang diperkenankan oleh syari’at adalah:”Wa ‘alaikum!” (Semoga anda juga). Itu saja, tidak usah diperpanjang lagi. Rasulullah SAW menasihatkan:”Jika orang-orang Ahli Kitab (Non Muslim) memberi salam kepada kamu, maka jawablah:”Wa ‘alaikum” (HR. Bukhary dan Muslim).
11. Salam kepada Anak-anak
Salam tidak hanya hak bagi pemuda dan orang tua. Anak-anak pun berhak untuk mendapatkan salam dan membalasnya. Bahkan, kebiasaan menyebarkan salam kepada anak-anak, diharapkan dapat mewarnai akhlaq seseorang ketika menginjak remaja dan dewasa.
Anas Bin Malik RA memberi salam kepada anak-anak ketika dia berjalan di muka mereka. Kemudian Anas berkata:”Dahulu Rasulullah SAW juga berbuat seperti ini (HR. Bukhary dan Muslim).
Maka berilah salam kepada anak-anak sekaligus mengkondisikan mereka dengan akhlaq-akhlaq Islami sejak dini.
12. Salam jika Masuk Rumah
Allah SWT memerintahkan kepada Kaum Muslimin untuk meminta ijin dan mengucapkan salam apabila hendak memasuki rumah orang lain. Firman-Nya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat” (An Nuur [24]: 27).
Demikian pula jika kita memasuki rumah kita sendiri, baik dalam keadaan ada orangnya atau dalam keadaan kosong. Disyari’atkan supaya kita mengucapkan salam. Allah SWT berfirman:”… Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada dirimu sendiri. Salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya” (An Nuur [24]: 61).
Rasulullah SAW pun juga mengajarkan kepada Anas Bin Malik:”Wahai anak, jika kamu masuk ke dalam rumah keluargamu, hendaknya memberi salam, supaya menjadi berkah untuk kamu dan keluargamu” (HR. at Tirmidzi).
13. Berkirim Salam
Sudah menjadi tradisi di kalangan kita untuk saling berkirim salam kepada saudara kita melalui orang lain. Tetapi ada perilaku yang masih canggung bagi kita untuk berkirim salam, yaitu isi salamnya justru seringkali tidak tersampaikan. Maka cara berkirim salam adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk pihak pengirim salam mestinya menitipkan salam sekaligus isi salamnya, sebagai mana seseorang yang berkata,”Saya mau nitip surat kepada si Fulan”, maka tentunya dia akan mengambilkan surat tersebut dan diberikan kepada pengirimnya. Maka seorang pengirim surat ketika mengatakan,”Saya titip salam buat si Fulan” dia harusnya menambahkan,”Assalaamu ‘alaihim warahmtullaahi wabarakaatuh”.
Kedua, untuk pihak pembawa salam mestinya menyampaikan salam sekaligus isi salamnya. Sebagaimana Pak Pos yang berkata,”Ada surat buat Bapak” kemudian dia akan menyerahkan surat tersebut kepada orang yang dituju. Demikian pula seorang pembawa salam ketika berkata kepada orang yang dituju,”Kamu dapat salam dari si Fulan” maka salamnya harus disampaikan,”Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Ketiga, pihak penerima salam hendaknya membalas salam dari saudaranya sekaligus isinya. Maka seharusnya ketika dia berkata,”Salam balik, ya” maka dia harusnya menambahkan,”Assalaamu’alaihim warahmatullaahi wabarakaatuh”.
Demikianlah semestinya tata-cara berkirim salam kepada saudaranya melalui orang lain.

Makna Salam
1. Do’a
Makna salam adalah do’a seorang Muslim kepada saudaranya seiman. Kata “Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh” mempunyai makna “Semoga seluruh keselamatan, rahmat dan berkah dianugerahkan Allah kepada kalian”. Nilai do’a dalam kandungan salam ini menjadi salah satu dasar mengapa salam tidak dapat diberikan kepada orang-orang Non Muslim. Karena do’a seorang Muslim kepada Non Muslim akan tertolak, meskipun ditujukan kepada orang-orang yang dekat dalam kehidupannya. Demikian pula Rasulullah SAW tertolak do’anya ketika ditujukan kepada pamannya yang masih kafir, Abu Thalib. Dan Allah mengingatkan dengan firman-Nya:”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Al Qashash [28]: 56).
Do’a seorang Muslim kepada Non Muslim adalah do’a supaya mereka mendapat petunjuk masuk dalam pangkuan Islam. Demikianlah do’a Rasulullah SAW kepada orang Non Muslim:”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali An Nadwi). Atau do’a Rasululah SAW kepada Umar Bin Khaththab ketika masih kafir:”Ya Allah, berilah kemuliaan kepada Islam dengan masuk Islamnya salah satu orang terkasih kepada-Mu, yakni Abu Jahal atau Umar Bin Khaththab”.
Demikian pula sebaliknya. Seorang Non Muslim tidak mungkin mendo’akan seorang Muslim, karena tuhannya tidak sama. Bagaimana mungkin seorang tuan menggaji seseorang yang bukan pegawainya. Sehingga, bila seorang Non Muslim memberi salam kepada kita, cukup kita balas dengan ucapan:”Wa’alaikum (Semoga kamu juga)”, tidak lebih dari itu.
Berkah do’a dari salam itulah yang menjadikan shahabat mengecilkan volume jawaban salam ketika Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada penghuni rumahnya. Sampai salam ketiga, barulah mereka menjawab dengan suara keras. Ketika Rasulullah SAW bertanya mengapa hal itu dilakukan oleh mereka, maka dijawab:”Kami ingin mendapatkan do’a dari Rasulullah SAW”.
2. Dasar Iman dan Ukhuwwah
Salam merupakan dasar terbentuknya kasih-sayang (ukhuwwah), sedangkan kasih-sayang merupakan salah satu indikasi kedalaman iman. Sehingga dapat disimpulkan bahwa salam merupakan dasar bagi tegaknya iman dan ukhuwwah.
Rasulullah SAW bersabda:”Demi Dia yang diriku berada di tangan-Nya! Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling berkasih-sayang. Maukah kalian saya tunjukkan suatu perkara yang apabila kalian kerjakan, maka akan tumbuh rasa kasih-sayang di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian!” (HR. Muslim).
3. Syi’ar Universal
Sangat keliru anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa salam adalah budaya Arab, sehingga diusulkan supaya diganti dengan sapaan lokal atau nasional setempat. Sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak mengenal salam seperti yang kita fahami sekarang. Bila mereka menyapa, mereka akan mengatakan:”Shabahan Nuur (Selamat pagi)” atau “Masaa’an Nuur (Selamat malam)” dan kemudian akan dijawab “Shabahal Khair” atau “Masaa’al Khair”.
Setelah kedatangan Islam, sapaan ala Arab itu tidak hilang begitu saja. Sapaan itu tetap menjadi sapaan khas dalam Bahasa Arab. Sedangkan sapaan sesuai syari’at Islam adalah:”Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh” menjadi tradisi bagi Kaum Muslimin. Sehingga bagi orang Arab yang Non Muslim tidak memakai salam sebagai sapaan mereka.
Maka sangat keliru mereka yang beranggapan bahwa salam adalah sapaan budaya Arab. Meskipun salam memakai Bahasa Arab. Yang benar adalah salam merupakan sapaan khas Islam yang sesuai dengan syari’at dan berpahala apabila mengerjakannya. Sekaligus salam merupakan sapaan yang bersifat universal bagi seluruh Kaum Muslimin sedunia. Dia semacam kode etik pergaulan antara sesama Muslim. Siapapun dia, berada di manapun, dan kapanpun jua; maka salam adalah sapaan pemersatu Kaum Muslimin di seluruh dunia. Itulah syi’ar di antara syi’ar-syi’ar agama Allah yang harus kita agungkan.
“…Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati” (Al Hajj [22]: 32).
Demikianlah salam dalam kehidupan seorang Muslim. Tidak ada manfaatnya salam, apabila kita tidak mengamalkannya dalam praktek kehidupan sehari-hari. Dan dengan salam, semoga saja kita masuk surga dengan selamat.

Maraji’
1. Hasan Ayyub, Assulukul Ijtima’I
2. Imam An-Nawawi, Riyadhus shalihn
3. Sayyid Sabiq, Fiqhus sunnah

Diambil dari artikel permatacanberra.wordpress.com

Kamis, 19 Juni 2008

Minim, Alokasi APBN untuk Dunia Pendidikan

Bukan suatu kemustahilan Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi perguruan tinggi bertaraf internasional. Demikian optimisme empat pembicara dalam acara Dialog Nasional Peduli Pendidikan bertema "Maju Kampusku, Maju Negeriku: Towards World Class University" yang diselenggarakan Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (UKM BKIM) IPB Minggu (27/5) di Gedung Graha Widya Wisuda Kampus IPB Darmaga.

"Dengan berbagai potensi dan keunggulan yang ada, saat ini, IPB mempersiapkan diri untuk mendapat pengakuan dunia sebagai perguruan tinggi World Class University (WCU) sesuai visi dan misinya," papar Wakil Rektor I IPB, Prof.Dr.Ir. Ahmad Chozin mewakili Rektor IPB yang sedang bertugas ke luar negeri

Praktisi Pendidikan dan dosen Universitas Gajah Mada, Dwi Condro Triono, M.S menambahkan tidak hanya hanya IPB, bahkan banyak perguruan tinggi di Indonesia mampu bertaraf internasional apabila ada political will dari pemerintah mengenai dana pendidikan.

Dwi Condro menggambarkan Malaysia mengalokasikan anggaran dana pendidikan sebanyak 25 % dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). "Jumlah ini tidak berubah dari tahun ke tahun. Walhasil, kualitas pendidikan di sana meningkat pesat jauh di atas Indonesia. Bahkan yang dulunya mereka belajar ke Indonesia, kini banyak orang Indonesia belajar ke sana," ujar Condro. Kesejahteraan doktor dan profesor di Malaysia mendapat perhatian lebih dari pemerintah, sehingga doktor dan profesor selalu stand by dan fokus dalam membimbing mahasiswa. Gaji doktor Malaysia sekitar Rp 25 juta per bulan dan Professor berkisar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per bulan. Wajar pula bila dana penelitian di Malaysia sangat melimpah.

Di Malaysia, kedokteran dan pertanian merupakan bidang favorit yang diminati mahasiswa, berkebalikan dengan di Indonesia yang hanya melihat pertanian dengan sebelah mata. Dwi Condro menyatakan, masalah utama pendidikan tinggi di Indonesia adalah ketidakmampuan anggaran negara. Negara mengalokasikan dana pendidikan 11.8 persen dari total Rp 647,4 trilyun APBN. Jumlah tersebut masih dibagi-bagi lagi untuk pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jumlah total APBN Indonesia masih di bawah pendapatan per tahun perusahan swasta, PT Free Port yakni lebih Rp 700 trilyun. "Indonesia sebenarnya sangat kaya sumberdaya alam, namun kenapa APBN lebih kecil dari pendapatan swasta. Ada yang salah dalam pengelolaan sumberdaya alam negeri ini, " tandas Dwi Condro.

Menurut kandidat Doktor salah satu universitas di Malaysia ini, minimnya alokasi dana pendidikan tinggi dari pemerintah, menuntut perguruan tinggi untuk giat mencari tambahan pemasukan dengan berbagai kegiatan corporate generating income. Akibatnya, iklim dunia pendidikan Indonesia makin kurang kondusif. "Penelitian mahasiswa terfokus untuk mengejar target cepat lulus agar dapat langsung kerja. Aktivitas dosen pun kurang fokus terhadap pengajaran, perkuliahan dan membimbing mahasiswanya. Dosen kadang juga terjebak untuk mengejar target gelar doktor dan profesor demi kenaikan pangkat," urainya lugas. Selain faktor utama dana, kualitas pendidikan juga ditentukan oleh faktor sistem kurikulum pendidikan nasional. Menyinggung status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Dwi Condro menilainya sebagai bentuk lepas tangan negara terhadap tanggung terhadap pendidikan tinggi.

Terkait political will pemerintah di dunia pendidikan, Staf Khusus Menteri Pendidikan Nasional, Ir.Teguh Juwarno, MSi menanggapi bahwa anggaran dana 11.8 persen tersebut murni untuk pendidikan dan diluar anggaran kedinasan menteri pendidikan. Keputusan alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 11.8 persen itu, menurutnya juga atas persetujuan rakyat yang diwakili Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat mengesahkan APBN. "Jumlah ini memang masih belum memenuhi amanat UUD 45 Pasal 31 tentang anggaran pendidikan 20 persen," imbuh Alumni Departemen Agribisnis IPB ini.

Mantan Public Relation sebuah televisi swasta ini menjelaskan pemerintah sekarang ini sedang memusatkan diri pada tiga pilar pembangunan pendidikan yakni penataan aset dan perluasan akses baik pendidikan formal dan informal, pendidikan wajib belajar 9 tahun, dan peningkatan mutu. Pencapaian Toward World Class University, juga bagian dari target pemerintah terkait peningkatan mutu. Hadir pembicara keempat ialah pakar pendidikan dunia Islam Hizbut Tahrir Indonesia, Drs. H. Fahmi Lukman, M.Hum yang menguraikan majunya peradaban dan pendidikan tinggi Islam masa lalu. Sementara Prof.Dr.Ir.Amien Rais yang telah dijadwalkan, berhalangan hadir. Moderator dalam acara dialog ini Luthfi Hakiem, S.H.

Acara yang dihadiri lebih dari 2000 peserta ini didahului penghantar berupa narasi dan drama yang menggambarkan kondisi politik dan kebijakan negara terhadap pendidikan tinggi. Dilanjutkan sambutan dari pihak rektorat IPB yang diwakili Kepala Program Internasional IPB, Dr.Ir. Ma'mun Sarma, MSc dan teleconference Penasehat BKIM IPB, Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, M.Sc.

Disela-sela acara, juga dipersembahkan sajian lagu dan musik dari penyanyi solo dari Departemen Agribisnis angkatan 42, Ferry Herdiman, pemain biola dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan angkatan 41, Edo Jendera Esa Rozi dan pemain keyboard, Husein Assadi. (ris)

Cengkraman Ekonomi Kapitalisme Global Di Indonesia

Oleh: Dwi Condro Triono


PEPENDAHULUAN

Saat ini kita tengah berada di abad kapitalisme. Di seantero jagad dunia ini tidak ada yang terbebas dari cengkeramannya, termasuk Indonesia tentunya. Sesungguhnya setiap manusia yang tinggal di atas muka bumi ini sudah bisa melihat, memahami dan merasakan bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh “ulah” kapitalisme global ini. Tidak perlu dengan kuliah di fakultas ekonomi yang tinggi, mereka yang tidak “melek” huruf-pun akan langsung bisa menjawab ketika ditanya tentang wajah ekonomi yang berlangsung saat ini, walaupun tidak bisa memberikan istilah yang tepat untuknya. Semua orang langsung dapat “mendeteksi”, bahwa ada ketidakberesan dari tata ekonomi yang berlangsung saat ini. Sangat nampak, bahwa wajah ekonomi saat ini terus berjalan menuju kepada dua kutub yang sangat berlawanan. Satu kutub telah membawa mereka yang kaya menjadi semakin kaya, sedangkan kutub yang lain terus menyeret mereka yang miskin menjadi semakin miskin dengan jumlah yang terus membengkak.

Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis ingin memberikan dua hal penting yang harus dilakukan untuk bisa menghadapi semua fenomena ini. Pertama, kita harus dapat menunjukkan apa sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan, sehingga keadaan ekonomi dapat menjadi seperti ini. Apakah benar, bahwa semua tragedi ekonomi ini memang bersumber dari “ajaran” ekonomi kapitalisme? Kedua, jika memang benar, maka kita harus memiliki strategi khusus untuk dapat membendung kapitalisme global tersebut, sekaligus dapat menghadirkan ekonomi alternatif yang dapat menjadi penggantinya.

II. MENCARI AKAR PERMASALAHAN

Untuk menunjukkan keterkaitan ajaran kapitalisme dengan tragedi ekonomi yang saat ini berkembang, analisis yang pernah diajukan Karl Marx sesungguhnya sudah cukup ampuh untuk dapat memahami fenomena tersebut. Ada dua teori penting dari Karl Marx yang perlu kita fahami bersama (Deliarnov, 1997 & Koesters, 1987):

1. Surplus labor and value theory

Dalam membangun teorinya, Marx berangkat dari pandangan nilai (value) terhadap barang dan jasa menurut Adam Smith dan David Ricardo. Nilai suatu barang itu diukur dari seberapa banyak tenaga yang telah dikorbankan oleh pekerja untuk memproduksi barang tersebut. Selanjutnya Marx melihat bahwa dengan adanya perubahan pola produksi dari sistem yang primitif kepada sistem yang modern, maka akan muncul ketidakadilan dalam ekonomi.

Pola produksi yang primitif:

1. Kepemilikan bersifat individual.

2. Produksi bersifat individual.

3. Penjualan bersifat individual.

4. Pembagian keuntungan bersifat individual.

Pola produksi yang modern:

1. Kepemilikan bersifat individual.

2. Produksi bersifat kolektif.

3. Penjualan bersifat kolektif.

4. Pembagian keuntungan bersifat individual.

Dalam pola produksi modern, yang bekerja adalah buruh-buruh perusahaan. Majikan sebagai pemilik perusahaan, kenyataannya tidak pernah terlibat dalam proses produksi. Akan tetapi, majikanlah yang menikmati seluruh keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Sementara itu tenaga para buruh hanya dianggap sebagai bagian dari komponen biaya produksi. Sesuai dengan teori ekonomi kapitalisme, untuk memperoleh keuntungan yang maksimum, maka salah satu metodenya adalah dengan menekan biaya produksi seminimum mungkin. Jika nilai barang itu diukur dari besarnya tenaga yang telah dikorbankan, maka sesungguhnya telah terjadi surplus nilai tenaga buruh yang telah diambil oleh majikannya. Dengan demikian, ekonomi kapitalisme adalah ekonomi yang sangat dzalim terhadap kaum buruh dan menjadi surga bagi para kapitalis.

2. The law of capital accumulations

Menurut Marx, dalam persaingan yang bebas, perusahaan yang besar akan senantiasa “memakan” perusahaan yang kecil. Oleh karena itu, jumlah majikan akan semakin berkurang, sebaliknya jumlah kaum buruh akan semakin banyak. Demikian juga, jumlah perusahaan yang besar juga akan semakin sedikit, namun akumulasi kapitalnya akan semakin besar. Jika jumlah buruh semakin banyak, maka akan berlaku hukum upah besi (the iron wages law). Dengan demikian, nasib kaum buruh akan semakin tertindas sedangkan para kapitalis akan semakin ganas dan serakah.

Analisis yang dikemukakan oleh Marx memang masih terlalu sederhana untuk ukuran perkembangan ekonomi kapitalisme saat ini. Sebab, perkembangan kapitalisme global di abad mutakhir ini sudah semakin canggih dan kompleks. Keserakahan kaum kapitalis tidak hanya sampai pada pemerasan kaum buruh dan pencaplokan pengusaha kelas teri, namun keserakahan mereka sudah menerobos dan menjarah di banyak sektor yang lain, bahkan dengan dukungan berbagai fasilitas dan lembaga yang mereka ciptakan sendiri. Berbagai sektor maupun lembaga yang mereka ciptakan tersebut diantaranya adalah (Triono, 2007):

1. Sektor keuangan

Kaum kapitalis tidak hanya ingin membesar, tetapi mereka juga ingin membesar dengan cepat. Caranya ialah dengan menciptakan lembaga perbankan. Fungsi utamanya adalah untuk mengeruk dana masyarakat dengan cepat, sehingga dapat segera mereka manfaatkan untuk menambah modal perusahaannya agar bisa menjadi cepat besar.

Ternyata keberadaan lembaga perbankan ini masih dianggap belum cukup, mereka terus mengembangkan kreatifitasnya. Akhirnya ditemukanlah ide untuk menciptakan sebuah pasar yang unik, yang selanjutnya mereka namakan sebagai pasar saham. Dengan adanya pasar ini, mereka dapat dengan mudah untuk melempar kertas-kertas sahamnya agar dibeli masyarakat, sehingga mereka segera mendapatkan gelontoran modal yang mampu untuk membuat perusahaan mereka menjadi cepat menggurita.

2. Sektor kepemilikan umum

Nafsu kapitalisme tidak akan pernah mengenal kata “cukup”. Mereka tidak pernah ingin berhenti. Mereka tidak hanya ingin berhenti untuk untuk bermain di wilayah pasar hilir saja, tetapi mereka terus merangsek untuk mencaplok sumber-sumber ekonomi di wilayah hulu. Dengan dalih kebebasan ekonomi dan kebebasan pasar, mereka juga ingin menguasai wilayah-wilayah ekonomi yang seharusnya menjadi milik umum yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Wilayah ekonomi yang ingin terus mereka kuasai tersebut misalnya adalah berbagai macam sektor pertambangan, sumber daya hutan, sumber daya air, minyak bumi, gas, jalan raya, pelabuhan, bandara dsb.

3. Sektor kepemilikan Negara

Jika mereka sudah banyak menguasai sektor kepemilikan umum, maka bagi kaum kapitalis tetaplah belum dianggap cukup. Mereka kemudian melirik kepada perusahaan-perusahaan yang banyak dimiliki oleh Negara. Dengan dalih demi efektivitas dan efisiensi perusahaan, mereka akan mendorong perusahaan milik Negara tersebut untuk go public, dengan jalan melego sahamnya ke pasar, dengan harga yang murah tentu saja.

4. Sektor kekuasaan

Menjadi besar dan cepat besar ternyata masih dianggap belum cukup. Mereka juga ingin memiliki rasa aman terhadap keberadaan perusahaan-perusahaan mereka. Jaminan rasa aman hanya dapat diperoleh jika mereka bisa merambah ke wilayah kekuasaan. Sebab, di sektor inilah berbagai produk hukum akan dibuat. Jika mereka bisa memasuki sektor ini, maka mereka akan dengan mudah untuk dapat melahirkan berbagai produk hukum dan kebijakan yang dapat menguntungkan dan menjamin kelestarian kerajaan bisnis mereka.

Dalam politik demokrasi yang kapitalistik, untuk menjadi penguasa prasyarat yang paling menentukan hanya satu, yaitu harus memiliki dana yang besar untuk melakukan kampanye maupun untuk “membeli” suara rakyat. Hal itu hanya mungkin dilakukan oleh kaum kapitalis yang memang sudah berkubang dengan uang.

Cara yang mereka lakukan ada dua kemungkinan, yaitu dengan langsung mencalonkan diri untuk menjadi penguasa, atau cara yang kedua adalah dengan mendanai orang lain lain agar menang dalam pemilihan dan dapat menjadi penguasa. Mereka yang telah dicalonkan oleh kaum kapitalis, jika menang maka dia harus “menghambakan” diri kepada mereka yang telah mendanai bagi kemenangannya.

5. Sektor moneter

Apakah sepak terjang kaum kapitalis di atas sudah cukup? Ternyata masih tetap belum cukup. Nafsu serakah untuk terus-menerus melakukan penjarahan kekayaan di berbagai sektor dan ke berbagai negeri ternyata ingin terus mereka lakukan. Dengan apa? Ternyata mereka masih memiliki cara yang benar-benar canggih dan nyaris lepas dari logika akal sehat manusia. Mereka menciptakan sebuah mekanisme ekonomi yang dapat memperlicin seluruh sepak terjang mereka, yaitu dengan mewujudkan sebuah sistem mata moneter yang benar-benar menguntungkan mereka.

Sistem moneter yang mereka kembangkan adalah dengan menggunakan basis utama uang kertas. Dengan berbasiskan pada uang kertas, mereka akan mendapatkan tiga keuntungan sekaligus, yaitu; keuntungan dari seignorage, keuntungan dari suku bunga dan keuntungan dengan mempermainkan kurs bebas. Dengan model tree in one inilah mereka akan dapat memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat dengan tanpa harus banyak mengeluarkan banyak keringat.

6. Sektor pendidikan

Masih ada satu sektor lagi yang tidak boleh dilupakan, yaitu sektor pendidikan. Mengapa sektor ini harus terseret ke dalam lingkaran kapitalisme? Kepentingan mereka sangat jelas, yaitu kebutuhan untuk memperoleh tenaga kerja yang sangat professional, memiliki skill yang tinggi dan mau digaji dengan sangat murah.

Caranya adalah dengan “melemparkan” dunia pendidikan ke pasar bebas mereka. Peran Negara untuk mengurus pendidikan harus dikurangi, subsidi biaya pendidikan harus “dihabisi”, sehingga biaya pendidikan bisa menjadi mahal dan produk yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan tuntutan pasar. Model pendidikan seperti ini hanya mengasilkan manusia-manusia yang pragmatis, oportunis dan hanya bermental jongos. Sangat sulit dalam dunia pendidikan yang mahal dapat menghasilkan manusia-manusia yang idealis yang mau berfikir tentang jati dirinya maupun jati diri bangsanya.

III. CENGKERAMAN KAPITALISME DI INDONESIA

Untuk memahami apakah sebuah negara itu bercorak kapitalisme ataukah sebaliknya yaitu sosialisme, maka indikator yang paling mudah untuk digunakan adalah dengan melihat seberapa besar pihak-pihak yang menguasai sektor ekonominya. Jika sektor-sektor ekonomi lebih banyak dikuasai oleh swasta, maka negara tersebut cenderung bercorak kapitalisme dan sebaliknya, jika ekonomi lebih banyak dikendalikan oleh negara, maka lebih bercorak sosialisme (Samuelson & Nordhaus, 1999).

Dengan menggunakan tolok ukur di atas, kita dapat menelusuri sejauh mana cengkeraman kapitalisme telah menjalar ke Indonesia. Sesungguhnya jejak kapitalisme di Indonesia dapat ditelusuri ketika Indonesia mulai memasuki era pemerintahan Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru dimulai sejak Bulan Maret 1966. Orientasi pemerintahan Orba sangat bertolak belakang dengan era sebelumnya. Kebijakan Orba lebih berpihak kepada Barat dan menjahui ideologi komunis.

Dengan membaiknya politik Indonesia dengan negara-negara Barat, maka arus modal asing mulai masuk ke Indonesia, khususnya PMA dan hutang luar negeri mulai meningkat. Menjelang awal tahun 1970-an atas kerja sama dengan Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk suatu konsorsium Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri atas sejumlah negara industri maju termasuk Jepang untuk membiayai pembangunan di Indonesia. Saat itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya dari sosialisme lebih ke arah semikapitalisme (Tambunan, 1998).

Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an sistem ekonomi di Indonesia terus mengalami pergeseran. Menilik kebijakan yang banyak ditempuh pemerintah, kita dapat menilai bahwa ada sebuah mainstream sistem ekonomi telah dipilih atau telah ‘dipaksakan’ kepada negara kita. Isu-isu ekonomi politik banyak dibawa ke arah libelarisasi ekonomi, baik libelarisasi sektor keuangan, sektor industri maupun sektor perdagangan. Sektor swasta diharapkan berperan lebih besar karena pemerintah dianggap telah gagal dalam mengalokasikan sumberdaya ekonomi untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, baik yang berasal dari eksploitasi sumberdaya alam maupun hutang luar negeri (Rachbini , 2001).

Pakto ’88 dapat dianggap sebagai titik tonggak kebijakan libelarisasi ekonomi di Indonesia. Menjamurnya industri perbankan di Indonesia, yang selanjutnya diikuti dengan terjadinya transaksi hutang luar negeri perusahaan-perusahaan swasta yang sangat pesat, mewarnai percaturan ekonomi Indonesia saat itu (Rachbini , 2001).

Masa pembangunan ekonomi Orde Baru-pun akhirnya berakhir. Puncak dari kegagalan dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya krisis moneter, yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia.

Pasca krisis moneter, memasuki era reformasi, ternyata kebijakan perekonomian Indonesia tidak bergeser sedikitpun dari pola sebelumnya. Bahkan semakin liberal. Dengan mengikuti garis-garis yang telah ditentukan oleh IMF, Indonesia benar-benar telah menuju libelarisasi ekonomi. Hal itu paling tidak dapat diukur dari beberapa indikator utama, yaitu (Triono, 2001):

1. Dihapuskannya berbagai subsidi dari pemerintah secara bertahap. Berarti, harga dari barang-barang strategis yang selama ini penentuannya ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya secara berangsur diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar.

2. Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate). Sesuai dengan kesepakatan dalam LoI dengan pihak IMF, penentuan nilai kurs rupiah tidak boleh dipatok dengan kurs tetap (fix rate). Dengan kata lain, besarnya nilai kurs rupiah harus dikembalikan pada mekanisme pasar.

3. Privatisasi BUMN. Salah satu ciri ekonomi yang liberal adalah semakin kecilnya peran pemerintah dalam bidang ekonomi, termasuk didalamnya adalah kepemilikan asset-asset produksi. Dengan “dijualnya” BUMN kepada pihak swasta, baik swasta nasional maupun asing, berarti perekonomian Indonesia semakin liberal.

4. Peran serta pemerintah Indonesia dalam kancah WTO dan perjanjian GATT. Dengan masuknya Indonesia dalam tata perdagangan dunia tersebut, semakin memperjelas komitmen Indonesia untuk masuk “kubangan” libelarisasi ekonomi dunia atau kapitalisme global.

IV. MENUJU PERUBAHAN SISTEM EKONOMI

Setiap kita membicarakan perubahan, maka kita akan dihadapkan pada dua kemungkinan perubahan, yaitu: perubahan secara fungsional atau perubahan secara struktural. Menilik problem ekonomi yang sedang dihadapi Indonesia, maka perubahan yang paling urgen yang harus segera dilakukan adalah perubahan yang bersifat struktural, walaupun perubahan yang bersifat fungsional juga tidak boleh dilupakan.

Perubahan ekonomi secara struktural berarti mengganti sistem ekonominya, dari sistem ekonomi yang bercorak kapitalistik menjadi sistem ekonomi yang baru. Namun, perubahan sistem tersebut bukan berarti merubah sistem ekonominya menjadi sosialis, sebab sistem ekonomi ini juga sudah terbukti gagal. Masih satu harapan lagi yaitu perubahan menuju sistem ekonomi Islam.

Sebagaimana karakter perubahan yang bersifat sistemik, maka sistem ekonomi Islam juga akan membongkar sebuah sistem ekonomi mulai dari akarnya. Perubahan yang bersifat mendasar dari ekonomi Islam berangkat dari sebuah pandangan terhadap kepemilikan dari harta kekayaan yang ada di muka bumi ini. Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di muka bumi ini tidak untuk dibagikan secara bebas (sebagaimana sistem ekonomi kapitalisme) untuk manusia, namun Allah swt telah memberi ketentuan yang adil dalam pembagiannya, yaitu (An-Nabhani, 1990): kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan Negara. Masing-masing kepemilikan terhadap harta kekayaan tersebut sudah ada aturan-aturannya yang terinci, dengan mengikuti tiga runtutan perlakuan yang adil, yaitu (An-Nabhani, 1990):

1. Pengaturan dalam masalah kepemilikan (al-milkiyah).

2. Pengaturan dalam masalah pemanfaatan dan pengembangan kepemilikan (al-tasharruf fi al-milkiyah).

3. Pengaturan dalam masalah distribusi harta kekayaan di tengah-tengah manusia (tauzi’u tsarwah bayna al-nas).

Selanjutnya, sistem ekonomi Islam dalam suatu negara akan dibangun dan dikembangkan dengan bertumpu kepada tiga pilar ekonomi Islam tersebut. Insya Allah, jika pengaturannya konsisten, wajah ekonomi suatu negara akan nampak sangat jelas perbedaannya dengan wajah ekonomi yang bercorak kapitalistik.


DAFTAR RUJUKAN

Deliarnov, 1997, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Koesters, Paul Heinz, 1987, Tokoh-tokoh Ekonomi Mengubah Dunia – Pemikiran-pemikiran yang Mempengaruhi Hidup Kita, Gramedia, Jakarta.

An Nabhani, Taqyuddin, 1996, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif - Perspektif Islam, Alih Bahasa Muh. Maghfur, Risalah Gusti, Surabaya, Cet. II.

Rachbini, Didik J., Republika 27 Juni 2001

Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Mikroekonomi, Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta.

Tambunan, Tulus, 1998, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Triono, Dwi Condro, Makalah Seminar Setengah Hari dengan tema “Dilema Pembangunan Bidang Keteknikan Dalam Krisis Perekonomian Indonesia” Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta. Tanggal 15 Agustus 2001.

Triono, Dwi Condro, Makalah Seminar dengan tema “Islam dan Tantangan Ekonomi Global” Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta. Tanggal 22 Mei 2007.

ekonomi Neo liberal di Indonesia


Pendahuluan

Pernahkah kita membayangkan, 3 orang terkaya di dunia, kekayaannya lebih besar dari gross domestic product (GDP) 48 negara termiskin dunia, yang berarti setara dengan seperempat jumlah total negara di dunia? Itulah hasil penelitian Brecher dan Smith. Tidak kalah hebatnya, menurut penelitian Noam Chomsky, 1% penduduk dengan pendapatan tertinggi dunia setara dengan 60% penduduk pendapatan terendah dunia, yaitu sama dengan 3 miliar manusia.1 Di Indonesia, Putera Sampoerna (58 tahun) baru saja menggegerkan dunia bisnis Indonesia karena telah menjual 40% sahamnya senilai US$ 2 miliar. Berarti, Bos PT HM Sampoerna Tbk. terse but akan menerima uang senilai Rp 18,6 triliun. Padahal Putra Sampoerna hanyalah orang nomor 387 dari 500 orang terkaya di dunia menurut majalah Forbes.2 Sementara itu, dengan ukuran konsumsi penduduk di bawah Rp 123 ribu perkapita perbulan, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2004 berjumlah 36,17 juta jiwa atau 16,7% dari total penduduk Indonesia (berdasarkan hasil Susenas BPS). Jika pada tahun 2005 ini garis kemiskinan dinaikkan menjadi Rp 140 ribu (akibat kenaikan BBM) perkapita perbulan, maka jumlah penduduk miskin Indonesia menjadi 40 juta jiwa (hasil analisis statistik BPS).3 Marilah kita renungkan, apa arti konsumsi Rp 140 ribu perbulan?Selanjutnya, apa arti dari semua angka-angka di atas? Jawabannya tidak lain adalah kesenjangan ekonomi. Hasil penelitian Robert Wade dari London School of Economics mengungkapkan bahwa indeks gini dunia (indeks yang menunjukkan tingkat kesenjangan) selama 1988-1993, mening kat 6 persen. Pendapatan 10%
penduduk dunia termiskin turun lebih dari seperempatnya, sedangkan populasi
penduduk 10 persen terkaya pendapatannya justru meningkat 8%. (Economist,
April 28, 2001).4


Kemunculan Ekonomi Neo-Liberalisme

Tahun 1776, ketika buku Adam Smith yang berjudul, The Wealth of Nations,
terbit, dunia menyambutnya dengan gegap-gempita. Dengan kekuatan
logika-logika ekonominya, Smith mampu meyakinkan dunia, bahwa tidak akan
lama lagi tatanan ekonomi yang berkeadilan, yang akan menyejahterakan
seluruh lapisan manusia, akan segera terwujud. Yang penting menurut Smith,
negara nggak usah repot; tidak perlu ikut campur tangan dalam urusan
ekonomi. Mekanisme pasar bebas akan dapat menyelesaikan semuanya.5

Sejarah telah mencatat, apa yang diomongkan Smith memang bukan pepesan
kosong. Ekonomi negara-negara Barat selama periode 150-an tahun telah
mencatat pertumbuhan ekonomi sangat pesat, yang juga di iringi dengan
tingkat harga-harga yang bergerak relatif stabil.6 Ekonomi model ini
kemudian dikenal dengan ekonomi liberalisme atau ekonomi kapitalisme.

Namun, resep Smith dan para penerusnya ternyata harus berakhir dengan
malapetaka besar. Tahun 1930-an ekonomi dunia mengalami depresi berat.
Pertumbuhan ekonomi mandeg total. Pengangguran merajalela di mana-mana.
Para pakar ekonomi ketika itu mengalami kebingungan yang luar biasa.
Bagaimana mungkin bencana itu bisa terjadi?

John Maynard Keynes tampil sebagai 'pembaharu ekonomi'. Dia mengupas habis
kelemahan-kelemahan teori Smith dan para pengikutnya. Kemudian dia
memberikan satu resep yang cukup bertentangan dengan dogma sebelumnya,
yaitu menyarankan agar negara turut campur secara langsung guna
menyelamatkan keterpurukan ekonomi. Resep Keynes untuk memperbaiki ekonomi
negara melalui kebijakan fiskalnya mulai menampakkan hasil. Akan tetapi,
kemanjuran resep Key nes juga tidak bertahan lama.7

Seiring dengan maraknya pendukung-pendukung Keynes, pasca Perang Dunia
Kedua, muncul kelompok yang idenya berseberangan dengan kelompok Keynes.
Kelompok ini dikenal masih setia dengan ide-ide klasiknya Adam Smith.
Mereka kemudian dijuluki sebagai kelompok 'Kanan Baru' atau biasa disebut
dengan 'Neo-Liberal'. Kelompok ini menyerang fondasi kebijakan Keynesian
dengan mengambil momentum krisis ekonomi akibat inflasi yang tidak dapat
diatasi oleh kebijakan Keynesian.8

Kaum neo-liberalis menyatakan, bahwa akibat terlalu banyaknya campur tangan
negara, dunia terjebak dalam krisis yang berkepanjangan pada tahun 1970-an.
Menurut mereka, peningkatan belanja publik Keynesian dianggap menciptakan
terlalu banyak demand (permintaan). Itulah yang menjadi penyebab timbulnya
inflasi yang semakin meluas.9

Di level kebijakan, neo-liberalisme mulai menunjukkan eksistensinya pada
tahun 1979. Perdana Menter i Inggris Margaret Thatcher merupakan tokoh
politik yang merevolusikan paham ini di Inggris. Untuk justifikasinya, ia
menyerukan, "There Is No Alernatif" (TINA). Di Amerika, arsitek utamanya
adalah Ronald Reagan.10 Paham ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Pada era pasca Reagan dan Thatcher, gagasan-gagasan neo-liberal mulai
merebak di lingkup lembaga-lembaga internasional. Melalui GATT/WTO, IMF dan
Bank Dunia, paham neo-liberal menjadi semakin dominan dalam usahanya
menciptakan liberalisasi perdagangan dan investasi di seluruh dunia.
Lembaga-lembaga ini menekankan arti pentingnya pasar bebas dunia dan
berusaha memarjinalkan peran negara dalam proses-proses ekonomi.11


Ekonomi Neo-Liberalisme di Indonesia

Jejak ekonomi neo-liberalisme di Indonesia dapat ditelusuri ketika
Indonesia mulai memasuki era Pemerintahan Orde Baru sejak Maret 1966.
Kebijakan Orba lebih berpihak pada Barat.

Dengan membaiknya p olitik Indonesia dengan negara-negara Barat, maka arus
modal asing mulai masuk ke Indonesia; PMA dan utang luar negeri mulai
meningkat. Menjelang awal tahun 1970-an, atas kerjasama dengan Bank Dunia,
Dana Moneter Internasional (IMF), dan Bank Pembangunan Asia (ADB) dibentuk
suatu konsorsium Inter-Government Group on Indonesia (IGGI) yang terdiri
atas sejumlah negara industri maju untuk membiayai pembangunan di
Indonesia. Saat itulah Indonesia dianggap telah menggeser sistem ekonominya
dari Sosialisme ke arah semi Kapitalisme.12

Memasuki periode akhir 1980-an dan awal 1990-an, sistem ekonomi di
Indonesia terus mengalami pergeseran. Kebijakan ekonomi Pemerintah banyak
dibawa ke arah libelarisasi ekonomi; baik libelarisasi sektor keuangan,
sektor industri, maupun sektor perdagangan.13

Pakto '88 dapat dianggap sebagai titik tonggak kebijakan libelarisasi
ekonomi di Indonesia. Menjamurnya industri perbankan di Indonesia, yang
selanjutnya diikuti dengan terjadinya transaksi utang luar negeri
perusahaan-perusahaan swasta yang sangat pesat, mewarnai percaturan ekonomi
liberal Indonesia saat itu.14

Masa pembangunan ekonomi Orde Baru pun akhirnya berakhir. Puncak kegagalan
dari pembangunan ekonomi Orba ditandai dengan meledaknya krisis moneter,
yang diikuti dengan ambruknya seluruh sendi-sendi perekonomian Indonesia.

Pasca krisis moneter, memasuki era reformasi, ternyata kebijakan
perekonomian Indonesia semakin liberal. Dengan mengikuti garis-garis yang
telah ditentukan oleh IMF, Indonesia benar-benar telah menuju libelarisasi
ekonomi. Hal itu paling tidak dapat diukur dari beberapa indikator utama,
yaitu:15

1. Dihapuskannya berbagai subsidi Pemerintah secara bertahap dan
diserahkannya harga barang-barang strategis ke mekanisme pasar.
2. Nilai kurs rupiah diambangkan secara bebas (floating rate) sesuai dengan
kesepakatan dalam LoI dengan pi hak IMF, artinya harus dikembalikan pada
mekanisme pasar.
3. Privatisasi BUMN, yaitu dengan menjualnya kepada pihak swasta, baik
swasta nasional maupun asing.
4. Peran serta Pemerintah Indonesia dalam kancah WTO dan Perjanjian GATT,
yang semakin memperjelas komitmen Indonesia untuk masuk dalam 'kubangan'
libelarisasi ekonomi dunia atau Kapitalisme global.


Dampak yang Ditimbulkan

Dampak ekonomi neo-liberal bagi Indonesia setidaknya ada 3:

1. Dikuasainya sektor kepemilikan umum oleh swasta.
Akibat menganut sistem mekanisme pasar bebas, Pemerintah Indonesia harus
melepaskan perannya dalam berbagai pengelolaan ekonomi, yang ditandai
dengan banyak dikuasainya sektor-sektor yang mengusai hajat hidup orang
banyak (sektor kepemilikan umum)-baik dengan cara langsung maupun melalui
proses privatisasi BUMN-oleh swasta.

Sebagai contoh, di bidang kehutanan. Sejarah industri perkayuan berawal
dari pemberian Hak Pengusaha Hutan (HPH). Ditandai dengan keluarnya PP N0.
21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil
Hutan (HPHH). Dengan luas hutan tropis yang sangat menjanjikan pada waktu
itu, yaitu 143,7 juta hektar atau sekitar 76% luas daratan Indonesia,
Pemerintah berharap pemberian HPH tersebut dapat menopang pembangunan
Indonesia.16
Namun, apa yang terjadi? pada masa Orde Baru, menurut laporan Walhi yang
diterbitkan tahun 1993, rata-rata hasil eksploitasi hutan di Indonesia
setiap tahunnya adalah 2,5 US$ miliar. Dari hasil itu, yang masuk ke dalam
kas negara hanya 17%, sedangkan sisanya sebesar 83% masuk ke kantong
pengusaha HPH (Sembirin, 1994).

Pada masa Orba tersebut, sebagian besar hutan di Indonesia sudah dikuasai
oleh dua belas (12) grup besar melalui 109 perusahaannya.17

Memasuki masa Orde Reformasi, Indonesia tinggal menuai getahnya. Menurut
laporan Badan Planologi Departemen Kehutanan (laporan tah un 2003),
diperkirakan kerusakan hutan Indonesia sudah mencapai 101,79 juta hektar
dengan laju pertumbuhan kerusakan (deforestasi) sekitar 3,8 juta hektar
pertahun.18
Dari segi perusahaan pemegang HPH, sampai akhir tahun 2004, urutan pertama
dipegang oleh Barito Pasific dengan 39 HPH, luas total 3,536 juta hektar
masih dikuasai oleh Prajogo Pangestu; urutan selanjutnya, Kayu Lapis
Indonesia dengan 17 HPH, total luas 3,143 juta hektar, atas nama Andi
Susanto; Djajanti dengan 20 HPH, total luas 2,805 juta hektar atas nama
Burhan Uray; Alas Kusuma dengan 15 HPH, total luas 2,189 juta hektar atas
nama PO Suwandi; dan seterusnya.19

Dalam bidang perminyakan, pada zaman Orde Baru, hampir semua sumur minyak
di Indonesia telah dikuasai oleh perusahaan raksasa minyak asing yang
merupakan perusahaan multinasional seperti Exxon (melalui Caltex), Atlantic
Richfield (melalui Arco Indonesia), dan Mobil Oil. Selebihnya adalah
Pertamina, baru kemudian muncul belakangan para pengusaha swasta nasional
seperti Arifin Panigoro dengan Medco-nya, Tommy Soeharto dengan
Humpuss-nya, Ibrahim Risjad, Srikandi Hakim, dan Astra International.20

Pada masa Pemerintahan SBY, kondisinya semakin liberal lagi. Jika pada
masa-masa sebelumnya Pertamina senantiasa memegang monopoli distribusi
minyak di dalam negeri, maka mulai November 2005 Pemerintah berencana
membuka keran investasi hilir di bidang migas kepada investor swasta dalam
negeri maupun asing. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo
Yusgiantoro, sudah ada 7 investor yang sudah menyatakan komitmen melakukan
investasi di sektor hilir migas tersebut.21

Jika Pemerintah benar-benar membuka keran liberalisasi di sektor hilir
migas, maka tuntutannya hanya satu, yaitu tidak boleh ada yang memperoleh
fasilitas subsidi sebagaimana yang selama ini diterima oleh Pertamina.
Berarti subsidi BBM harus dicabut sampai 0 %. Dapat diprediksikan bahwa
harga BBM bakal naik lagi, namun dengan merek yang berbeda-beda. Paling
tidak, sudah siap 7 merek BBM dengan harga yang sama-sama mahalnya.

Bidang energi yang lain adalah batubara. Batubara menjadi sumber energi
terbesar kedua setelah minyak. Minyak memasok 34% dan batubara 23,5%
kebutuhan energi dunia. Hampir sepertiga cadangan batubara dunia ada di
kawasan Asia Pasifik. Di Indonesia jumlah sumberdaya batubara, termasuk
yang ditemukan produsen dan kontraktor kerjasama, sampai tahun 2001
mencapai 145,8 miliar ton.22

Produksi batubara Indonesia mayoritas dihasilkan oleh penambangan swasta.
Dari total produksi 100,625 juta ton pada tahun 2002, 96,6% dihasilkan oleh
penambang swasta.23

Pemain yang menonjol sampai tahun 2005 ini masih didominansi oleh kelompok
Bumi Resources Tbk. milik Menko Perekonomian Aburizal Bakrie. Kelompok ini
masih sebagai penguasa pasar (sekitar 25% dengan ekspor 2003 mencapai 44
juta ton). Anak perusahaan kelompok ini adalah Kaltim Prima Coal dan
Arutmin Indonesia, Adaro Indonesia, Kideco Jaya Agung, Berau Coal dan
Indominco Mandiri. Perusahaan lain adalah PT Bukit Baiduri Enterprise,
menguasai 2.416.916 juta ton; PT Kitadin Corporation, menguasai 2.291.249
juta ton; PT Anugrah Bara Kaltim, menguasai 2.474.904 juta ton; dan
seterusnya.24

Dalam bidang pertambangan, Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai
potensi tambang yang bagus. Khusus untuk tambang emas saja, secara geologis
di berbagai wilayah di Indonesia memiliki potensi emas yang besar.
Indonesia merupakan pertemuan deretan gunung berapi Sirkum Mediteran dengan
Sirkum Pasifik. Pergeseran lempengan bumi yang terjadi di masa lampau
akibat kegiatan vulkanis telah membentuk cebakan-cebakan emas.25

Dengan bagusnya potensi tambangnya ditambah aturan-aturan yang
menguntungkan, Indonesia mulai kedatangan investor asing untuk m enanamkan
modalnya, dimulai sejak tahun 1967. Perusahaan yang mengawalinya adalah PT
Freeport Indonesia (FI). Pada Kontrak Karya generasi I (KK I), FI mendapat
konsesi selama 30 tahun, boleh mengimpor semua peralatannya (tidak wajib
menggunakan produksi dalam negeri) dan Pemerintah Indonesia hampir tidak
mendapat kompensasi apapun.

Pada tahun 1988, secara tak terduga FI menemukan deposit emas yang sangat
besar di Grasberg, kemudian mengajukan pembaharuan KK dan bisa diperpanjang
dua kali 10 tahun. FI mendapat KK V bersama 6 perusahaan tambang lainnya.
Berbeda dengan KK I, produk utama FI adalah emas, bukan hanya tembaga.
Namun, menurut Econit, royalti yang diberikan FI ke Pemerintah tidak
berubah, hanya 1-3,5%, sehingga penerimaan Pemerintah dari pajak, royalti
dan deviden FI hanya US$ 479 juta.26 Jumlah itu tentu masih sangat jauh
dibandingkan dengan pendapatan yang mampu dihasilkan FI yaitu sekitar US$
1,5 miliar (tahun 1996). Dari pendapatan itu 1% diambil untuk dana
pengembangan masyarakat Irian, yaitu sebesar US$ 15 juta.27

Pada zaman Reformasi nasib PT Freeport Indonesia semakin bersinar. Pada
tahun 2001, laba bersih yang dibukukan perusahaan ini mencapai US$ 304,2
juta. Pada tahun 2002 naik menjadi US$ 398,5 juta. Tahun berikutnya, 2003
laba bersihnya melonjak hingga US$ 484,9 juta. Yang mengherankan, dari laba
bersih sebesar itu, sesungguhnya yang dibagikan sebagai deviden hanya
15%-nya saja. Padahal Pemerintah sampai saat ini hanya memiliki saham
sebanyak 9,36%, sedangkan PT Freeport menguasai 90,64% (Kontan, 6 September
2004).

Dalam hal penguasaan pertambangan oleh pihak asing, menurut Tamagola
(Kompas, 14 Februari 2005), telah terjadi pengaplingan atas daerah-daerah
tambang di Indonesia. Kapling-kapling itu meliputi: Timika untuk Freeport,
Lhok Seumawe untuk Exxon Mobil, Sulawesi Selatan untuk Mosanto,
Buyat-Minahasa dan Sumbawa untuk Newmont International, Teluk Bintun di
Papua untuk British Petrolium, Kaltim untuk PT Kaltim Prima Coal, dsb.
Pengaplingan tersebut menunjukkan telah terjadi persekongkolan antara
penguasa dan kekuatan modal asing.28

2. Bobroknya lembaga keuangan dan masuknya Indonesia ke dalam jerat utang
(debt trap). Konsekuensi berikutnya dari sistem pasar bebas adalah adanya
liberalisasi di pasar uang yang berbasis bunga. Krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka semua tabir kerapuhan
perbankan konvensional yang berbasis pada sistem bunga. Akibat krisis itu,
16 bank dilikuidasi Pemerintah, 51 bank lainnya dibekukan pada 1 November
1997, dan 13 bank diambil-alih (BTO).

Untuk merestrukturisasi bank-bank konvensional yang selama ini menjadi
sumber darah bagi perputaran roda perekonomian nasional, hingga Desember
2000 Pemerintah sudah mengeluarkan tidak kurang dari Rp 659 triliun.29

Aki batnya, utang Pemerintah yang sebelum krisis hanya US$ 55 miliar, kini
membengkak menjadi US$ 77 miliar (utang luar negeri) ditambah Rp 695
triliun (utang dalam negeri terutama dalam bentuk obligasi rekapitalisasi)
dalam waktu tidak sampai empat tahun terakhir. Utang sebesar itu membuat
rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai di atas 100
persen pada akhir 2000, yang akan mengakibatkan perekonomian Indonesia pada
10-25 tahun ke depan akan terus mengalami proses destabilisasi.

Untuk bunga obligasi rekapitalisasi saja Pemerintah harus mengeluarkan
sekitar empat persen dari PDB pada tahun 2000 dan 2001 ini. Kewajiban
obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2001 sekitar Rp 12.9 triliun. Jumlah
ini akan terus meningkat setiap tahunnya, mencapai Rp 73.98 triliun pada
tahun 2007 dan Rp 138 triliun pada 2018. Biaya ini dibebankan pada APBN,
yang berarti rakyat juga yang menanggungnya. Beban bunga obligasi akan
semakin menj adi-jadi dengan terus naiknya suku bunga. Sukubunga Sertifikat
Bank Indonesia saat itu sudah mencapai 17.7%, naik dari sekitar 10% pada
Semester I tahun 2000 lalu. Padahal, setiap kenaikan sukubunga sebesar satu
persen, akan menyebabkan biaya bunga obligasi yang harus dibayar Pemerintah
naik Rp 2.2 triliun.

Buruknya kinerja sektor perbankan ini ternyata terus berlangsung hingga
saat ini. Sepanjang tahun 2004 saja sudah ada 4 bank ditutup, yaitu Bank
Asiatic, Bank Dagang Bali, Bank Global, dan Bank Persyarikatan Indonesia.
Akibat penutupan itu, Pemerintah tentu harus menanggung seluruh kerugian
nasabah. Biaya penanggungan itu lagi-lagi dibebankan kepada rakyat melalui
APBN. Hal itu belum ditambah dengan kasus pembobolan yang dilakukan oleh
sejumlah orang ke Bank BNI dan BRI yang nilainya mencapai miliaran, bahkan
triliunan rupiah.30

Sampai saat ini, tanggungan Pemerintah untuk dunia perbankan belum juga
susut. Tercatat 10 bank besar Indonesia masih menikmati obligasi
Pemerintah. Hal itu membuat APBN membayar bunganya sekitar Rp 60 triliun
setiap tahunnya. Sekali lagi, beban itu tetap harus kembali kepada rakyat
melalui pembayaran pajak.31
Di sisi lain, sesuai dengan 'petunjuk' IMF, bank-bank yang sudah mulai
sehat harus diprivatisasi mengikuti saudara-saudaranya yang lain di lingkup
BUMN. Contohnya, sebanyak 51% saham Pemerintah yang ada di bank besar
seperti BCA dan Bank Danamon harus dijual ke investor asing. Nasib yang
sama juga menimpa BUMN sehat lainnya seperti Indosat Tbk., Telkom Tbk.,
Wisma Nusantara Indonesia, Bukit Asam Tbk., Semen Gresik, Pelindo II, dll.32

3. Munculnya kesenjangan ekonomi. Dampak dari pembangunan ekonomi bercorak
liberalistik yang paling menyakitkan adalah terjadinya kesenjangan ekonomi
yang luar biasa. Pada masa Orde Baru ketimpangan ekonomi sudah sangat
mencolok. Pada tahun 1993, omset dari 14 konglomerat Indon esia terbesar
yang tergabung dalam grup Praselya Mulya, di antaranya Om Liem (Salim
Group), Ciputra (Ciputra Group), Mochtar Riady (Lippo Group), Suhargo
Gondokusumo (Dharmala Group), Eka Tjipta (Sinar Mas Group) mencapai 47.2
triliun rupiah atau 83% APBN Indonesia tahun itu.33 Di sisi lain, jumlah
penduduk miskin sudah terhampar sedemikian besarnya. Menurut data BPS 1994,
dengan garis kemiskinan Rp 500 perhari, terdapat 28 juta rakyat miskin (2
juta di kota dan 26 juta di desa). Jika garis kemiskinan dinaikkan menjadi
Rp 1.000 perhari, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi sekitar 117 juta
jiwa atau 65% dari jumlah penduduk.34

Di era sekarang ini, keadaannya telah mengalami banyak perubahan ke arah
yang lebih mengkhawatirkan. Fenomena yang paling mencolok adalah terjadinya
kekuasaan menjadi kekuatan pengumpul modal.

Rachman, dalam tulisannya (Koran Tempo, 15/2/2005) mencoba menjajar
fenomena di atas dengan d ata yang rapi, contohnya adalah: Yusuf Kalla (Grup
Bukaka, Ketum Partai Golkar, Wapres RI); Agung Laksono (Grup Hasmuda, Ketua
DPR, Waket Partai Golkar); Aburizal Bakrie (Grup Bakrie dan Bumi Resources,
Menko Perekonomian, penyantun Freedom Institute); Surya Paloh (Grup
Media/Metro TV, Ketua Penasehat Golkar); Fahmi Idris (Grup Kodel, Ketua
Partai Golkar, Menakertrans) dll. Itulah sebabnya, kebijakan Pemerintah
dalam pengembangan proyek lebih banyak untuk memenuhi kepentingan orang
kaya ketimbang rakyat miskin. Sebagai contoh, dalam pengembangan proyek
infrastruktur yang kini sedang gencar dilakukan, dari 91 proyek yang
ditawarkan pada tahap pertama tahun 2005 nilainya sudah mencapai US$ 22.5
miliar atau setara dengan Rp 202.5 triliun.35

Itulah beberapa fakta 'menyakitkan' akibat diterapkannya ekonomi
neo-liberalisme, khususnya di Indonesia. Akankah kita diam saja menyaksikan
semua kezaliman ini?!

Penulis adalah aktifis Hizbut Tahrir Indonesia, kandidat Doktor ekonomi
Universitas Kebangsaan Malaysia.

Catatan Kaki
1 Lihat: Setyo Budiantoro, "Mewaspadai Kapitalisme Global," www.republika.com
2 Baca: Koran Tempo, Sabtu 19 Maret 2005.
3 Republika, Senin 14 Maret 2005.
4 Setyo Budiantoro, op. cit.
5 Penjelasan lebih rinci dapat dibaca: Deliarnov, 1997, Perkembangan
Pemikiran Ekonomi, Rajawali Press, Jakarta.
6 Boediono, 1999, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, BPFE, Yogyakarta.
7 Deliarnov, op. cit.
8 Baca: Budi Winarso, 2004, Globalisasi Wujud Imperialisme Baru - Peran
Negara Dalam Pembangunan. Tajidu Press, Yogyakarta.
9 Ibid.
10 Setyo Budiantoro, op. cit.
11 Budi Winarso, op. cit.
12 Tulus Tambunan, 1998, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
13 Didik J. Rachbini, Republika, 27 Juni 2001
14 Ibid.
15 Triono, D. C., Makalah Seminar Setengah Hari denga n tema, "Dilema
Pembangunan Bidang Keteknikan Dalam Krisis Perekonomian Indonesia,"
Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta. Tanggal 15 Agustus 2001.
16 Eksekutif, Desember 2004, "Emas Hijau di Ujung Waktu," No. 304.
17 Warta Ekonomi, 10 Agustus 1998, "Menggebuk Raja - raja Kayu," No. 12,
Tahun X.
18 Eksekutif, op. cit.
19 Eksekutif, Desember 2004, "Merajut Kembali Masa Depan Industri
Perkayuan," No. 304.
20 SWA Sembada, 18 April - 8 Mei 1996, "Calon-calon Raja Minyak Indonesia,"
No. 06, Tahun XII.
21 CEO, Februari 2005, "Pertamina Hadapi Pesaing," No. 5, Tahun I.
22 Eksekutif, Januari 2005, "Batubara si Primadona Baru," No. 305.
23 Ibid.
24 Ibid.
25 SWA Sembada, 19 Juni-2 Juli 1997, "Emas dan Permainan Kotor," No. 11,
Tahun XIII.
26 Ibid.
27 Gatra, 24 Oktober 1998, "Ginandjar Disodok Kasus Freeport," No. 49,
Tahun IV.
28 Ibid.
29 Kompas, 29 Juli 2001.
30 Eko Prasetyo, op. cit.
31 Forum Ke adilan, 14 November 2004.
32 Warta Bisnis, Januari 2003, "Dari Singapura ke Mauritus," No. 01, Tahun I.
33 Republika, 15 Januari 1993.
34 Faisal Basri, 1995, Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI, Erlangga,
Jakarta, Cet. II
35 Eko Prasetyo, op. cit.